Purworejo merupakan kota kecil yang dikelilingi persawahan yang berlatar belakang bukit dan gunung. Di sebelah selatan disuguhi pemandangan pantai laut selatan. Sawah, pegunungan, laut. Lengkap bukan? Indah nian pemandangannya.

Pernah beberapa waktu yang lalu, majalah Trubus meliput kegiatan pulang kampung di Bogor. Kegiatan ini sengaja dikemas sebagai rekreasi. Orang-orang kota yang bosan dengan kehidupan kota besar Jakarta menjadikan kegiatan tersebut alternatif rekreasi. Sebenarnya, Purworejo juga layak dijadikan tujuan kegiatan seperti itu karena banyak hal yang didapat dari alam maupun kotanya.

Purworejo memiliki pemandangan kota yang anggun, tidak banyak gedung bertingkat, belum ada supermall yang sering menjadi pusat keramaian sehingga hiruk pikuk lalu lintas tidak mudah ditemui di sana. Tata kotanya menganut sistem mocopat, alun-alun yang sangat luas dikelilingi tempat ibadah dan gedung pemerintahan. Alun-alun ini begitu ayik dijadikan tempat nongkrong bareng teman-teman atau keluarga, apalagi sambil mencicipi makanan atau minuman yang tersedia.

Jika kita lama terkungkung di dalam kota yang rimbun dengan gedung-gedung bertingkat dengan hiruk pikuk kendaraan yang menyesakkan, Purworejo bisa menjadi salah satu alternatif untuk relaksasi walaupun hanya dengan sekedar lewat. Secara materi, tidak banyak yang dapat ditemukan di sana. Namun, ketenangan dan ketenteraman yang disajikan oleh alam maupun lingkungan sosialnya bisa membuat hati kita ingin kembali lagi.

Kami diam
bukan sebab bisu
Kami bicara seperti dalam buku
Berteriak
namun tidak gaduh
Orang dengar suara kami tanpa bertemu
Mereka tahu
kami yang bicara
Mereka tahu kami tahu
Kami tidak bisu

Bontang, 28 Maret 2003

Menulis puisi judulnya “Cinta” saja
sebab kalau tanpa cinta
bisa jadi puisi tidak jadi

Menulis puisi judulnya “Cinta” saja
sebab kalau tidak jadi
bisa jadi tidak punya puisi

Menulis puisi judulnya “Cinta” saja
sebab aku sedang jatuh cinta
kepada puisi

Bontang, 11 Oktober 2007

Kawan
jangan seperti kewan
paling tidak
jangan menyerupai anggota dewan
Lebih baik jadi relawan
lebih dekat dengan Tuhan

Bontang, 6 November 2008

Di Kelas 10 (SMA kelas 1), mengajarkan makna paragraf dan cara mengembangkannya merupakan salah satu pekerjaan yang sulit. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan siswa kesulitan menerima pelajaran ini. Kemungkinan yang pertama, mereka tidak pernah berminat terhadap materi yang menggiring siswa pada kegiatan tulis-menulis. Kedua, di kelas-kelas sebelumnya siswa tidak pernah serius mengikuti pelajaran ini. Hal ini mengingat materi paragraf termasuk materi yang diajarkan pada setiap jenjang sekolah. Ketiga, kemungkinan pada jenjang-jenjang sebelumnya siswa tidak dibiasakan menulis oleh guru mereka. Jika siswa dibiasakan menulis sejak mereka mengenal paragraf (di SD materi ini sudah diajarkan), maka siswa kelas 10 (SMA kelas 1) tidak akan mengalami kesulitan menyantap materi dan membuat paragraf.

Namun demikian, siswa masih dapat menulis sebuah cerita meskipun kadang mereka tidak tahu bahwa cerita mereka termasuk tulisan narasi. Jika diminta menuliskan pengalamannya, mereka dapat menuliskannya dengan lancar. Akan tetapi, jika dihadapkan pada jenis paragraf yang lain, deskripsi, argumentasi, persuasi, atau eksposisi mereka akan kesulitan.

Keadaan ini tentu hambatan bagi guru yang mengajar. Akan tetapi, hal ini bukanlah hal yang tidak dapat diatasi sama sekali. Kreativitas dan berbagai strategi yang dimiliki guru dapat mengatasi permasahan ini. Apapun kesulitannya, jika ada kemauan untuk mengatasinya, pasti ada jalan menuju keberhasilan.

April 2024
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  

ARSIP